AKU BUKAN SUPERMAN

Foto saya
Mau pulsa murah? Ofan Cell Jl. Raya Pengasih-Sentolo (utara jembatan Derwolo baru) telp. 087839590463

Kamis, 16 Juli 2009

Aturan Oh Aturan....


Dalam sebuah kesempatan, saya memperhatikan seorang kepala sekolah yang mebacakan aturan-aturan di sekolah kepada ratusan siswanya. Mulai dari baju yang harus seragam, topi dengn lambang tut wuri handayani, ikat pingang hitam 3cm dengan lambang sekolah, kaos kaki putih, jilbab putih bagi yang mengenakan dan lain-lain. Nyaman memang jika setiap siswa dalam satu sekolah mengenakan atribut yang sama, rapi, seragam. Dan juga, aturanaturan seperti itu memang wajar dalam dunia pendidikan, minimal untuk melatih kedisiplinan.
Saya bukan orang yang tidak suka dengan aturan, dan saya juga yakin bahwa aturan sangat perlu, apalagi untuk pendisiplinan diri. Tapi, terlalu bnyak aturan kadang juga menyebalkan, ya to? Kalau sebatas pemakaian seragam, bisa saja dimaklumi. Tapi, ada dua hal kelanjutan dari "indoktrinasi" kepala sekolah ke siswanya dari kejadian di atas.
Pertama, kuku tdak boleh panjang. Aturan umum yang memang sangat wajar. Kuku panjang tempat kuman "bersendau gurau", yang bisa menyebabkan aneka macam penyakit. Tapi, kepala sekolah tersebut membenarkan kalau yang berkuku panjang bapak/ibu guru, lho?. Alasan pembenaran memang cukup logis, siswa yang masih anak-anak suka bermain dengan pasir dan kotoran, kuku panjang bisa menjadi sarang kuman. Bapak/Ibu guru sudah dewasa, tidak lagi bermain-main dengan kotoran. (Komentar: Padahal, "permainan" orang dewasa lebih beresiko jika kuku panjang hehe...)
Kedua, rambut cowok tidak boleh di-"jabrik"-kan, harus belah tengah atau belah tepi. Saya jadi membayangkan suasana di sekolah akan seperti jaman Samsul Bahri dan Siti Nurbaya dulu. Apa sih sebenarnya yang salah dengan rambut jabrik? Apakah rambut jabrik identik dengan anak nakal? Ada lagi di sebuah sekolah yang memberi poin negatif jika siswa berkepala gundul, nah!
Aturan memang sudah sewajarnya dan sangat perlu. Tapi, kalau itu akan menghambat kreativitas dan daya imajinasi anak, perlukah? Selama masih tidak melanggar norma kesusilaan ada baiknya aturan yang terlalu mengekang tersebut dihindari, itu menurut saya. Kecuali, kalau kemudian di suatu hari terbukti ada anak yang berambut jabrik tidak bisa melakukan roll depan saat pelajaran olah raga karena rambutnya menancap di matras, DPR pun harus turun tangan untuk membuat aturan perundang-udangan. Tapi, apa mungkin ya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar